Tol Padang-Sicincin: Terhambat Karena Beberapa Kasus Termasuk Pembebasan Lahan

- 13 Juni 2024, 13:30 WIB
ilustrasi jalan tol
ilustrasi jalan tol /

PR GARUT - Proyek pembangunan jalan tol Padang-Sicincin telah lama dinantikan sebagai solusi untuk meningkatkan konektivitas dan perekonomian di Sumatera Barat. Namun, proses pembebasan lahan untuk proyek ini terbilang alot dan memakan waktu lama. Berbagai penolakan dari masyarakat setempat, permasalahan hukum, serta kesulitan teknis menjadi tantangan utama yang harus dihadapi.

Pada penetapan lokasi (Penlok) pertama yang berada di perbatasan antara Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman, masyarakat Nagari Ang menolak besaran ganti rugi yang ditawarkan pemerintah. Evaluasi lahan yang hanya dihargai antara Rp 32.000 hingga Rp 288.000 per meter, jauh di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), memicu protes keras. Masyarakat Nagari Kasang bahkan menggugat keputusan ini ke Pengadilan Negeri Pariaman, namun gugatan mereka ditolak. Meski demikian, protes tetap berlanjut hingga aksi di kantor Gubernur Sumbar pada Januari 2019.

Di wilayah ini, masyarakat menolak trase pembangunan jalan tol karena lahan yang terkena dampak adalah lahan produktif dan adat, termasuk rumah penduduk dan fasilitas umum. Setelah gugatan di PTUN dimenangkan oleh masyarakat, pemerintah provinsi Sumatera Barat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang tetap memihak pada warga. Akhirnya, trase dipindahkan ke lahan tidak produktif, menambah panjang tol dari 31 km menjadi 36,6 km.

Baca Juga: Kode Redeem FF Hari Ini 1 Menit yang Lalu, update 13 Juni 2024, Ada Hadia SG2 Meteor hingga Ratusan Diamond

Meskipun trase sudah dialihkan, penolakan masih terjadi di Korong Pincuran 7. Konflik ini dimediasi langsung oleh Kapolres Padang Pariaman untuk menemukan solusi yang dapat diterima kedua belah pihak.

Di wilayah ini, penolakan didasari oleh kekhawatiran masyarakat akan hilangnya akses terhadap tanah ulayat Pusako Tinggi. Mediasi dilakukan oleh pihak kepolisian, dan proses hukum berlanjut dengan gugatan ke Pengadilan Negeri Padang Pariaman terkait kepemilikan tanah yang berbeda suku.

Setelah penolakan awal, mediasi dengan pihak Hutama Karya menghasilkan kesepakatan untuk model penyelesaian berbentuk sewa lahan hingga ganti rugi disepakati. Namun, kasus ini juga diwarnai dengan klaim lahan yang ternyata merupakan bagian dari Taman Keanekaragaman Hayati Parit Malintang, yang kemudian diusut oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.

Baca Juga: 7 Kabupaten Terbesar di Jawa Barat Ini Disetujui untuk Dimekarkan, Ini 9 CDPOB yang Sudah Diterima Kemedagri

Pada Oktober 2023, warga menutup akses gerbang tol Tarok City karena merasa keluhan mereka tidak ditanggapi pemerintah kabupaten. Mereka menuntut pembayaran ganti rugi atas lahan seluas 3.000 meter persegi yang masih belum dibayarkan. Aksi ini diikuti oleh pemblokiran lain pada November 2023 oleh kaum Hanafi yang mengklaim tanah pusaka mereka belum diganti rugi. Berikut beberapa kasus yang menghambat pembangunan:

Halaman:

Editor: Ade Parhan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah