PR GARUT - Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City telah memunculkan konflik agraria yang serius di Pulau Rempang, Batam, yang bahkan berujung pada kerusuhan dan bentrokan antara warga dan polisi.
Ribuan warga, yang sebagian besar tinggal di Kampung Tua Pulau Rempang, dihadapkan pada pemindahan ke Pulau Galang, Batam. Namun, menurut sejumlah warga, mereka telah tinggal di tanah tersebut secara turun-temurun, bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Dalam konteks ini, sebuah video kampanye yang diunggah pengguna Twitter menjadi sorotan. Dalam video tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlihat memberikan janji manis kepada warga Kota Tua Pulau Rempang saat kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
"Saya ingin sampaikan dua hal penting. Yang pertama mengenai sertifikasi pembuatan sertifikat untuk Kampung Tua. Siapa yang setuju Kampung Tua disertifikasi?" kata Jokowi saat melakukan orasi politik di Kompleks Stadion Temenggung Abdul Jamal, Kota Batam, Sabtu, 6 April 2019.
Baca Juga: Bandingkan Kasus Penggusuran Pulau Rempang dengan Jakarta, Anies Baswedan: Tinggalkan Bekas Lama
Kala itu, Jokowi berjanji akan menyelesaikan sertifikasi tanah Kota Tua Pulau Rempang dalam waktu tiga bulan saja. Ini terkait dengan permasalahan status tanah yang masih tumpang tindih dan sengketa di sekitar 37 titik Kampung Tua di Batam.
Namun, konflik terkait Pulau Rempang memiliki latar belakang administratif yang kompleks. Secara administratif, Pulau Rempang merupakan bagian dari Kota Batam, dengan beragam status tanah, termasuk bekas hak guna usaha (HGU), kawasan hutan, dan Kampung Tua.
Sejarah Pulau Rempang Terkait Perjalanan Sejumlah Kerajaan
Sejarah Kampung Tua Pulau Rempang telah berlangsung selama lebih dari 188 tahun dan terkait dengan perjalanan sejarah beberapa kerajaan, seperti Kerajaan Lingga, Kerajaan Riau, Kerajaan Johor, dan Kerajaan Pahang Malaya.
Konflik ini juga mencerminkan perdebatan terkait kebijakan pemerintah, termasuk Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 1973, yang memberikan Hak Pengelolaan kepada Otorita Batam dan mengatur status tanah di Pulau Batam.