Keutamaan I'tikaf pada 10 Malam Terakhir di Bulan Ramadan, Begini Tata Caranya

- 30 Maret 2024, 14:30 WIB
 I'tikaf di 10 malam terakhir Ramadan/
I'tikaf di 10 malam terakhir Ramadan/ /
PR GARUT - Pada 10 malam terakhir di bulan suci Ramadan ada keutamaan amalan sunnah yang diutamakan atau dianjurkan. Pada dasarnya, ber I'tikaf di masjid itu bisa dilakukan kapan saja. Namun perlu dicatat, pada 10 malam terakhir di bulan Ramadan memiliki keutamaan tersendiri.
 
Dalam 10 malam terakhir di bulan suci Ramadan itulah diyakini akan turunnya malam Lailatul Qadar, yakni satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.
 
Perlu dicatat, pengertian i’tikaf sendiri adalah berdiam diri di masjid yang disertai dengan niat khusus. Tujuannya tak lain untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Sang Maha Pencipta.
 
Dalam ber I'tikaf di masjid bisa dilakukan dengan berbagai amalan seperti dzikir, bertasbih, membaca serta mengkaji Al-Quran, bermuhasabah, mengingat hari akhir.
 
 
Tak hanya itu, I'tikaf juga bisa diisi dengan mendengarkan nasihat dan ilmu-ilmu agama, bergaul dengan orang-orang saleh dan cinta kepada-Nya, memutus segala hal yang dapat melupakan akhirat, dan lain sebagainya.  
 
Memang waktu tibanya Lailatul Qadar itu adalah mutlak rahasia Allah, maka i’tikaf dianjurkan pada 10 malam terakhir di bulan Ramadhan ini. 
 
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menyatakan bahwa i’tikaf di 10 malam terakhir Ramadhan bagaikan beri’tikaf bersama beliau. 
 
Berikut sabda Rasulullah SAW tetang I'tikaf, yang artinya:
 
"Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaflah pada sepuluh malam terakhir" (HR Ibnu Hibban).  
 
 
Perlu diketahui, sedikitnya ada empat rukun dalam ber I'tikaf, di antaranya:
 
1. Niat yang lurus karena Allah 
 
2. Berdiam diri di dalam masjid sekurang-kurangnya selama tumaninah shalat
 
3. Masjid
 
4. Orang yang beri’tikaf.
 
Sementara itu syarat orang yang beri’tikaf meliputi: beragama Islam, berakal sehat, dan bebas dari hadas besar maupun kecil. 
 
Dengan demikian, tidak sah i’tikaf jika dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi syarat tersebut.
 
Saat berniat, seorang yang beri’tikaf harus menyebutkan status fardhu i’tikafnya apabila i’tikaf tersebut dinadzarkan. 
 
Untuk diketahui, berdasarkan pendapat kuat, seluruh i’tikaf itu menjadi fardhu, baik ditentukan lamanya maupun tidak. 
 
Sementara itu, ada tiga macam jenis I'tikaf yang perlu diketahui, di antaranya:
 
1. I'tikaf mutlak
 
2. I'tikaf terikat waktu tanpa terus-menerus
 
3. I’tikaf terikat waktu dan terus-menerus.
 
Untuk i'tikaf mutlak walaupun lama waktunya, cukuplah berniat sebagai berikut: 'ku berniat i’tikaf di masjid ini karena Allah.'
 
Sementara itu, untuk i’tikaf yang terikat waktu, selama satu bulan misalnya, niatnya adalah sebagai berikut: 
 
'Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu hari/satu malam penuh/satu bulan karena Allah Taala'
 
Sementara niat i’tikaf yang dinadzarkan adalah sebagai berikut: 
 
'Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut fardhu karena Allah.'
 
Perlu diingat, dalam i’tikaf mutlak, jika seseorang keluar dari masjid tanpa maksud kembali, kemudian kembali, maka ia harus berniat lagi. 
 
Dan i’tikaf keduanya dianggap sebagai i’tikaf baru. Berbeda halnya jika ia berniat kembali, baik kembalinya ke masjid semula maupun ke masjid lain, maka niat sebelumnya tidak batal dan tidak perlu niat baru.    
 
Apa saja yang membatalkan I'tikaf?
 
1. Berhubungan.
2. Mengeluarkan sperma.
3. Mabuk yang disengaja. 
4. Murtad.
5. Haidh, selama waktu i’tikaf cukup dalam masa suci biasanya.
6. Nifas.
7. Kluar tanpa alasan.
8. Keluar untuk memenuhi kewajiban yang bisa ditunda.
9. Keluar disertai alasan hingga beberapa kali, padahal keluarnya karena keingingan sendiri.   
Perlu dicatat, apapun di antara kesembilan perkara itu menimpa seseorang yang beri’tikaf maka batallah i’tikafnya. 
 
Dan batal pula kelangsungan dan kelanggengan i’tikaf yang terikat dengan waktu yang berturut-turut. Dengan demikian, seseorang harus mengawalinya dari awal, meskipun i’tikaf yang telah dilakukannya bernilai pahala selama yang membatalkannya bukan murtad. 
 
Sedangkan dalam i’tikaf yang terikat waktu yang tak berturut-turut, maksud batal di sana adalah waktu batal tidak dihitung sebagai bagian dari i’tikaf. 
 
Jika ia memulainya lagi untuk beri'tikaf, hendaknya memperbaharui niat dan menggabungkannya dengan i’tikaf sebelumnya.
 
Sementara itu, dalam i’tikaf mutlak, maksud batal di sana hanya terputus kelangsungan i’tikafnya saja, sehingga tidak bisa disambungkan dengan i’tikaf sebelumnya, tidak pula bisa diperbaharui. Meski demikian, i’tikaf itu dianggap sah dan berdiri sendiri-sendiri. 
 
Demikianlah, ulasan terkait syarat dan tatacara beri'tikaf yang dianjurkan pada 10 malam terakhir di bulan suci Ramadan, semoga kita bisa melakukan I'tikaf dan mendapatkan Lailatul Qadar yang agung itu. ***

Editor: Hanin Annisa Nuradni


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah