Psikologi Rasa Pedas: Mengapa Kita Tertarik pada Makanan yang Menyakitkan?

- 27 November 2023, 17:00 WIB
Ilustrasi: Makanan pedas.
Ilustrasi: Makanan pedas. /pixabay.com/

PR GARUT - Rasa pedas merupakan salah satu hal yang seolah-olah melekat di lidah masyarakat Indonesia. Banyak makanan khas Indonesia yang terkenal dengan cita rasa pedas, seperti seblak, bakso, ayam geprek, dendeng balado, dan lain-lain. Terkadang dengan mengkonsumsi makanan yang memiliki cita rasa pedas akan menambah kenikmatan dari makanan tersebut. Beberapa beranggapan bahwa makanan yang tidak diberikan rasa pedas makanan tersebut terasa hambar.

Padahal, dengan mengonsumsi makanan pedas yang mengandung komposisi cabai tentunya akan menimbulkan rasa tidak nyaman hingga kesakitan (Heidari et al., 2023). Namun, mengapa masih terdapat orang-orang yang tetap menikmati bahkan ketagihan mengonsumsi makanan pedas walaupun menimbulkan rasa sakit?

Salah satu alasan utama mengapa beberapa orang menikmati makanan pedas adalah pencarian sensasi. Perasaan ketagihan terhadap makanan pedas dapat dijelaskan dengan proses yang terjadi di dalam tubuh manusia. Cabai yang terdapat di makanan pedas mengandung zat bernama capsaicin (Heidari et al., 2023).

Capsaicin ketika masuk ke mulut kita akan memicu respons rasa sakit seperti sensasi terbakar di lidah (Spence, 2018). Hal ini terjadi karena capsaicin bekerja dengan mengikat ujung saraf pemicu reseptor rasa sakit TRPVI (Transient Receptor Potential Vanilloid 1) yang aktif ketika merasakan sensasi panas/rasa terbakar dan rasa sakit (Caterina dkk.,1997). Saat capsaicin mengikat reseptor tersebut, maka otak akan menerima sinyal rasa sakit.

Baca Juga: Wajib Coba! Sensasi Pedas Bakso Ciwang Mang Ono di Garut Ini Lagi Viral Sampai Pernah Dikunjungi Artis

Respons rasa sakit tersebut selanjutnya memicu pelepasan hormon endorfin dari tubuh. Hormon ini bersifat analgesik atau penghilang rasa sakit alami yang dikeluarkan oleh tubuh ketika kita merasakan sakit. Hormon endorfin disebut juga “hormon kebahagiaan” karena dapat meningkatkan suasana hati, sehingga kita merasakan lega atau euforia (Buan dkk., 2022; Spencer, 2018).

Hal inilah yang menjelaskan kenapa setelah rasa sakit di awal, makanan pedas seringkali memberikan perasaan sangat senang setelahnya. Oleh karena itu, orang-orang tetap mengkonsumsi makanan pedas walaupun mereka tidak terlalu menyukai rasa sakitnya, tetapi lebih menyukai euforia yang muncul setelahnya.

Efek pelepasan hormon endorfin setelah mengkonsumsi makanan pedas menimbulkan perasaan euforia yang mirip dengan efek setelah berolahraga intens, seperti lari maraton. Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa beberapa orang mengembangkan semacam "kecanduan" terhadap makanan pedas.

Perasaan euforia ini membuat otak manusia mengaktifkan sistem rewards, yaitu suatu kondisi ketika otak menghubungkan makanan pedas dengan perasaan baik yang timbul dari endorfin. Aktivasi sistem rewards ini menyebabkan perasaan senang dan bisa memotivasi perilaku berulang, pada gilirannya mendorong keinginan untuk merasakan sensasi tersebut sekali lagi, lagi, dan lagi.

Pertanyaan lain yang menarik terkait rasa pedas adalah “Mengapa orang bisa merasakan rasa pedas yang berbeda-beda?”. Misalnya, mungkin bagi saya ayam geprek level 2 itu sangat pedas, akan tetapi teman saya menganggap level 2 itu biasa saja dan baru merasakan pedas setelah mencoba ayam geprek level 5.

Halaman:

Editor: Ade Parhan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x