Terungkap! Nelayan Aceh Tidak Bisa Menolak Kedatangan Pengungsi Rohingya Karena Terikat Hukum Adat Laut

- 17 Desember 2023, 10:45 WIB
Kapal Kayu yang ditumpangi pengungsi Rohingya terdampar di pesisir pantai Lamreh Aceh Besar
Kapal Kayu yang ditumpangi pengungsi Rohingya terdampar di pesisir pantai Lamreh Aceh Besar /Antara/

PR GARUT - Gelombang pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh dalam sebulan terakhir mencapai angka 1.600 orang. Namun, kehadiran mereka tidak hanya membawa simpati, melainkan juga sentimen negatif dari sebagian netizen Indonesia.

Polemik semakin memanas dengan munculnya narasi kebencian dan hoaks terkait Rohingya di media sosial. Namun nelayan di Aceh masih mengulurkan tangan bagi para pengungsi.

Bukan semata karena belas kasihan, melainkan karena terikat oleh hukum adat laut, yang dikenal sebagai 'Panglima Laot'. Menurut Rahmi Fajri, seorang nelayan, hukum adat ini mengikat para nelayan untuk menolong siapapun yang mengalami kesulitan di laut.

"Kalau ada musibah di laut, wajib kita tolong. Kalau tidak menolong, ada sanksi adat," ungkap Rahmi Fajri.

Baca Juga: Makin Meresahkan, Terlantar di Pekanbaru Seorang Pengungsi Rohingya Minta Uang ke Warga

Menurutnya, meskipun di darat mereka bisa memiliki perbedaan, di laut semua menjadi saudara. Aturan ini, yang merupakan 'kekhususan adat Aceh', turun temurun berlaku dari nenek moyang.

Meski demikian, beberapa kalangan menunjukkan penolakan terhadap pengungsi Rohingya.

"Jika di laut akan kita tolong. Tapi ketika dibawa ke darat, itu urusan pengawasan dan pemerintah. Jadi di luar tanggung jawab nelayan," tegas Rahmi Fajri.

Pendapat ini juga dikuatkan oleh Panglima Laot Aceh, Miftah Tjut Adek, yang menyatakan bahwa Rohingya bukanlah kewenangan hukum adat laot untuk menerima mereka.

Panglima Laot Aceh, Miftah Tjut Adek, menjelaskan bahwa lembaga Hukum Adat Laot sudah ada sejak zaman Kerajaan Samudera Pasai, 16 abad yang lalu.

Halaman:

Editor: Ade Parhan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah