Jajaki Kerjasama dengan PCI NU Tiongkok, Institut Padhaku Gelar Bedah Buku 'Santri Indonesia di Tiongkok'

- 28 Maret 2024, 16:00 WIB
Acara Bedah Buku atas kerjasama Institut Padhaku Indramayu dengan PCI NU Tiongkok, Selasa ( 26/03/2024).
Acara Bedah Buku atas kerjasama Institut Padhaku Indramayu dengan PCI NU Tiongkok, Selasa ( 26/03/2024). /

PR GARUT - Intitut Pangeran Dharma Kusuma (Institut Padhaku) Segeran Juntinyuat Indramayu menjalin kolaborasi dengan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Nahdlatul Ulama (NU) Tiongkok dengan menggelar bedah buku “Santri Indonesia di Tiongkok” Selasa ( 26/03/2024).

Buku ini merupakan hasil karya Ahmad Syaifuddin Zuhri, seorang santri Indonesia yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Tiongkok dan juga menjabat sebagai Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Tiongkok.

Baca Juga: 10 Tips Persiapan Jitu Menyambut CPNS 2024, Wajib Kamu Coba Supaya Lolos Tes CPNS 2024!

Bedah buku yang berlangsung di Aula Institut Padhaku Segeran Juntinyuat Indramayu tersebut menghadirkan 3 narasumber yaitu, Kaula Fahmi, Ahmad Musyafa, dan Akhmad Rifai. Kegiatan ini diikuti oleh 243 peserta secara langsung dan 125 peserta melalui daring.

Pada sambutan pembuka, Wakil Rektor IV Institut Padhaku, H. Miftahul Fatah, mengapresiasi kegiatan Nihao Ramadan yang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Tiongkok.

“Alhamdulillah kampus kami menjadi salah satu tuan rumah dalam kegiatan roadshow seminar dan bedah buku "Santri Indonesia di Tiongkok" yang dilakukan di enam kota, yaitu Banda Aceh, Kendal, Pontianak, Indramayu, Mataram, dan Yogyakarta. “ tuturnya.

Miftah berharap bahwa melalui kegiatan ini, dapat memberikan pemahaman yang komprehensif tentang Islam di Tiongkok, serta dapat menginspirasi mahasiswa kami untuk melanjutkan studi ke China.

Baca Juga: Momen Anies Baswedan dan Hotman Paris Berjabat Tangan saat Sebelum Sidang Gugatan di MK

Senada dengan Miftah, Ketua PCI NU Tiongkok, Kaula Fahmi, menjelaskan bahwa kegiatan roadshow Nihao Ramadan ini bertujuan untuk menyambung tali silaturahim.

“Program ini sebagai tanggung jawab kami studi S1, S2 dan S3 di Tiongkok, 'oleh olehnya' tidak kami simpan sendiri. Kami tulis serta ceritakan melalui buku dan seminar.“ jelasnya.

Setelah memberikan informasi tentang studi, beasiswa, dan peluang lainnya di China bagi para santri atau masyarakat Indonesia, Fahmi juga berharap agar kedepannya dapat terus berkolaborasi dengan Institut Padhaku.

China Tidak Seperti yang Dikira

Ahmad Musyafa, menjelaskan bahwa narasi yang keliru tentang China terus berkembang karena masyarakat di Tanah Air masih memandang negara tersebut sebagaimana pada masa kekuasaan Mao Zedong melalui Revolusi Kebudayaannya. Padahal, kondisi tersebut telah berubah setelah negara itu beralih di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping.

Melalui kebijakan reformasi ekonomi dan "open door policy" yang diterapkan, negara tersebut mulai membuka diri kepada dunia luar, salah satunya dengan merangkul seluruh etnis dan umat beragama, termasuk komunitas Muslim, untuk hidup berdampingan di dalam negeri tersebut.

"Pembangunan rumah-rumah ibadah juga tumbuh signifikan. Sayangnya masih banyak yang memandang China dengan kaca mata sebelum Deng Xiaoping," kata dia.

Baca Juga: Bantuan Beras Cair Lagi Lewat Program CBP, KPM Diharap Bersiap Lakukan Pencairan

Pada kesempatan yang sama, Kepala Program Studi Pendidikan Teknologi Informasi Institut Padhaku, Akhmad Rifai, merasa kagum terhadap buku tersebut.

Menurut pandangannya, santri seringkali dianggap sebagai individu yang ketinggalan zaman, terpaku pada tradisi, dan kurang bersifat modern. Tetapi, buku ini menggambarkan santri dengan cara yang luar biasa, memberikan posisi yang istimewa bagi mereka.

“Saya kagum sama buku ini, memberikan gambaran faktual Islam dan menjadi jembatan untuk memperkuat gagasan Islam Nusantara. “ tuturnya.

Dalam buku tersebut, Rifai menjelaskan dirinya tertarik dengan topik Toleransi.

“Bagi saya yang sangat menarik salah satunya adalah isu tolerasi. Pertama, di China ada 58 suku tetapi antar suku besar dan kecil tidak ada diskriminasi."

Baca Juga: 6 Keutamaan Bagi yang Khatam Al-Quran, Segala yang Dipanjatkan Mustajab

Kedua, ada peraturan di China terkait kebijakan penduduk yang jumlahnya mencapai 1.4 miliar, di mana orang-orang non-Muslim diperintahkan untuk memiliki hanya satu anak dalam keluarga mereka. Namun, aturan tersebut tidak berlaku bagi masyarakat Muslim." jelasnya.

Pandangan santri terkait isu kemanusian di Xinjiang dan Islam di China tertindas dijawab dengan lugas melalui buku tersebut.

“ Sebenarnya Tiongkok ini tidaklah anti Islam, seperti yang diberitakan media mainstream. Kebebasan beragama di Tiongkok dijamin dengan baik oleh regulasi, selama tidak menimbulkan resiko dan menentang atau membahayakan negara, “ pungkasnya.

Kegiatan ditutup dengan penandatanganan Naskah Kerjasama antara PCI NU Tiongkok dengan Institut Padhaku dan Buka Puasa Bersama.***

 

 

Editor: Ade Parhan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x