Diskusi Lintas Iman, Harapan dan tantangan dalam pengelolaan Keberagaman di Indonesia

27 Maret 2024, 12:05 WIB
Foto bersama usai melakukan diskusi Lintas Iman dari berbagai ormas /Dokumen Fatayat NU Garut /

PR Garut - Diskusi Lintas iman yang dilaksanakan di Gereja Kristen Pasundan Garut tersebut merupakan kegiatan kolaborasi Jisra-Fatayat NU dengan Komunitas lintas iman yang terdiri dari Forum Komunitas Kristen Garut (FKKG), IPNU/IPPNU, Forum Daiyyah Fatayat (Fordaf) Garut, Hima Persatuan Islam (Persis), Wanita Persatuan Umat Islam (PUI), Lajnah Imaillah, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi), Ahlul Bait Indonesia (ABI), Jamaah Ahmadiah Indonesia (JAI), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Naysiatul Aisyiah Garut, SEPMI Garut, Komunitas Sunda Wiwitan, Komunitas Hindu, Komunitas Budha, dan Komunitas Konghucu Kabupaten Garut.

Ai Sadidah selaku Ketua PC Fatayat NU Garut, menyampaikan bahwa Fatayat sebagai inisiator kegiatan diskusi lintas iman tersebut memiliki harapan bahwa terselenggaranya kegiatan diskusi sebagai salah satu rangkaian kegiatan lintas iman yang bertema “Ramadhan in Harmony and Brotherhood” tersebut bisa menjadi jembatan bagi para pegiat lintas iman untuk mentransfer knowledge dan pengalamannya kepada anak-anak muda lintas iman yang tergabung dalam Youth Interfaih Garut.

Lebih jauh Ai Sadidah menjelaskan mengapa ramadhan menjadi pilihan tema dalam rangkaian kegiatan lintas iman, karena menurutnya tradisi ramadhan berupa takjil saat ini menjadi viral di berbagai media sosial merupakan tradisi yang menjalar ke saudara kita yang non muslim.

Baca Juga: Malam Lailatul Qadar 2024: Dalil dan Amalannya

Artinya menurutnya, ritual agama islam tidak sekedar menjadi simbol keberagamaan umat muslim saja, saudara yang tidak seiman pun untuk konteks indonesia ternyata sama-sama ikut meramaikan dan merayakannya.

Maka menurutnya ini penting untuk dimaknai secara positif. Sehingga momentum ramadhan kali ini fatayat ingin berkontribusi lebih melalui kegiatan-kegiatan yang berangkai tidak hanya berupa diskusi lintas iman, tapi juga ada silaturahmi dengan FKUB serta pembagian takjil gratis dan pembagian sembako bagi saudara yang membutuhkan.

“dalam kesempatan ini, Fatayat menjadi fasilitator untuk membuka ruang dialog lintas iman. Sebagaimana Keyakinan kita tahu batas-batas menerima perbedaan, namun bukan berarti perbedaan membuat kita memasang batas-batas toleransi kita. Harapannya setelah kegiatan ini membuka ruang-ruang kebersamaan yang lebih cair, tidak sebatas wacana, tapi betul-betul tercipta ruang kolaborasi dalam rangka saling menghormati keberadaan masing-masing” Lanjut Ai Sadidah memaparkan, katanya GKP Bratayudha, Selasa 26 Maret 2024.

Sementara Pendeta Sri yusuf wibowo selaku tuan rumah di Gereja Kristen Pasundan menyampaikan bahwa pihaknya menyambut baik anak-anak muda lintas iman untuk diksusi terkait beragaman karena menurutya perbedaan tidak bisa dihindari keberadaannya sebagai keniscayaan.

Baca Juga: BLT BPNT April 2024 Kapan Cair? Begini Update Terbaru Jadwal Pencairan Bansos Kemensos

Maka jalan satu-satunya adalah menghadapi perbedaan tersebut dengan legowo dan tenggangrasa. Hal ini tentu membutuhkan sikap dewasa dari semua penganut agama dan kepercayaan yang ada, meskipun menurutnya kedewasaan tersebut tentu harus diasah melalui proses yang tidak instan. Salah satunya adalah melalui proses perjumpaan dan dialog lintas iman tersebut.

Melihat antusiasme peserta lintas iman yang sebagian besar merupakan kaum muda tersebut, ia optimis bahwa kiranya bangsa Indonesia di masa yang akan datang akan semakin dewasa dalam menghadapi perbedaan hingga spirit bhinneka tunggal ika bisa dihayati oleh segenap generasi bangsa, yang tentunya dimulai dari para generasi muda seperti youth interfaith sebagai salah satu penggagas kegiatan yang sedang berlangsung tersebut.

Sesi diskusi dipandu oleh Williams Dikjaya selaku Ketua Youth FKKG Garut. Sementara yang hadir sebagai narasumber dalam diskusi adalah Hilwan Fanaqi selaku pegiat Lintas Iman dan Founder Komunitas Adalima (Aliansi Muda Lintas Iman dan Agama) di Garut dan Usama Ahmad Rizal selaku Aktivis lintas iman serta Founder Komunitas Sajajar.

Hilwan Fanaqi berbicara mengenai Peran Civil Society dalam membangun kerukunan antar umat beragama.Ia menyampaikan pemaparannya diawali dengan konstruksi berpikir; bahwa kita manusia yang beragama apapun agamnya pasti mempunyai nilai-nilai yang memiliki keyakinan dan dasarnya masing-masing.

Menurutnya meskipun sudah banyak aturan yang sudah disahkan untuk menjamin kemerdekaan dan kebebasan berkeyakinan ini namun aksi-aksi yang melanggar aturan ini juga tidak kalah banya; maka di situlah fungsi civil societ organization (CSO) dibutuhkan. Menurutnya keberadaan CSO dibutuhkan saat ini karena negara tidak hadir atau belum sepenuhnya hadir dalam membela dan memberikan ruang bagi hidupnya keberagaman yang sesungguhnya menjadi fitrah bagi bangsa indonesia yang heterogen tersebut. Sungguhpun demikian ia berharap, meskipun saat ini sudah banyak CSO yang berperan dalam pengelolaan keragaman di indonesia, namun konsolidasi di dalamnya masih harus disolidkan lagi. Hal tersebut dikarenakan perjuangan CSO selama ini sifatnya masih parsial dan sporadis sehingga tidak cukup kuat melawan tindak pelanggaran yang terkadang dilakukan oleh kelompok intoleran yang malah terkadag lebih terorganisir.

Sementara Usama Ahmad Rizal berbicara tentang pengelolaan keberagaman dalam perspektif kebijakan. Menurutnya, pada awal berdirinya indonesia, keberagaman itu merupakan kondisi kita. Menurutnya Kita bisa saksikan di timur tengah; keragaman menjadi konflik. Sementara menurutnya Kalau konteks di Indonesia keberagaman akan menjadi kekuatan jika terkelola dengan baik, sebab keragaman ibarat dua sisi mata uang, yang bisa memiliki potensi baik atau bahkan buruk.

Menurutnya, Keragaman jika tidak dikelola dengan baik maka akan menjadi bencana, seperti konflik agama di Ambon, kerusuhan tahun 96 di Tasikmalaya; di mana gereja dan masjid di bakar pada konflik beragama tersebut. Padahal menurut Rizal, Jika kita mau membaca sejarah, pendahulu kita biasa melakukan dialog. Pada tahun 30an misalnya terjadi dialog antara umat muslim dengan kristen. Dialog seperti itu yang harus kita teruskan. Ketidakmampuan kita dalam berdialog; akan melahirkan konflik.
Dalam konteks kebijakan, menurut Rizal jika kita merujuk dalam alquran itu dalam menjalankan kehidupan kita sudah diatur. Sama halnya juga dengan UU yang mengatur kita hidup dalam berbangsa dan bernegara. Menurutnya ada beberapa langkah dalam upaya mengelola keberagaman, diantaranya; membangun kesadaran; membangun kolaborasi antar iman; mendorong kebijakan inklusif. Ada beberapa kebijakan yang sudah inklusif yang harus didorong impelemntasinya. Sebaliknya UU yang sekiranya masih belum menjamin kebebasan umat beragama dan berkeyakina, maka perlu diadvokasi perubahannya. Maka tidak berlebihan menurutnya jika harusnya anak-anak muda sudah mulai memikirkan jaringan politik yang beraliran pada politik kebangsaan.

Diskusi berlangsung hangat melihat antusiasme beberapa peserta yang menyampaikan pertanyaannya secara interaktif. Beberapa hasil diskusi tersebut menjadi bahan bagi Youth Interfaith (kaum muda lintas iman) yang telah menjadi penyelenggara kegiatan diskusi lintas iman.***

Editor: Muhammad Nur

Tags

Terkini

Terpopuler